Kardiovaskuler

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah keadaan dimana tekanan darah lebih tinggi dari normal. Hipertensi sebenarnya bukan suatu penyakit, merupakan hanya suatu kelainan, suatu gejala dari gangguan pada mekanisme regulasi tekanan darah. Pengaturan tekanan darah didominasi oleh tonus simpatis yang menentukan frekuensi denyut jantung, kontraktilitas miokard, dan tonus pembuluh darah arteri maupun vena. Sistem parasimpatis hanya ikut mempengaruhi frekuensi denyut jantung. Sistem simpatis juga mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) melalui peningkatan sekresi renin. Homeostatis TD dipertahankan oleh refleks baroreseptor sebagai mekanisme kompensasi yang terjadi seketika, dan oleh sistem RAA sebagai mekanisme kompensasi yang berlangsung lebih lambat.
Klasifikasi hipertensi dibedakan berdasarkan tingginya TD, derajat kerusakan organ dan etiologinya. Makin tinggi TD, makin besar risiko untuk mengalami komplikasi yang fatal dan nonfatal. Risiko komplikasi pada setiap tingkat hipertensi ini meningkatkan beberapa kali lipat bila telah terdapat kerusakan organ sasaran (target organ disease = TOD), misalnya hipertrofi ventrikel kiri, serangan iskemia selintas (TIA), gangguan fungsi ginjal, atau perdarahan retina.
Seseorang dikatakan menderita hipertensi labil, bila TDnya tidak selalu berada dalam kisaran hipertensif. Pada hipertensi akselerasi, peningkatan TD terjadi progresif dan lebih cepat, disertai kerusakan vaskuler yang terlihat pada funduskopi sebagai perdarahan retina tetapi tanpa udem papil. Hipertensi Maligna adalah hipertensi akselerasi yang disertai udem papil, pada keadaan ini TD seringkali lebih dari 200/140 mmHg.
Berdasarkan Etiologinya, hipertensi dibagi menjadi :
1. Hipertensi Esensial
Hipertensi esensial disebut juga hipertensi primer atau idiopatik, adalah hipertensi yang tidak jelas etiologinya. Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Kelainan hemodinamik utama pada hipertensi esensial adalah peningkatan resistensi perifer. Penyebab hipertensi esensial adalah multifaktor, terdiri dari faktor genetik dan lingkungan. Faktor keturunan bersifat poligenik dan terlihat dari adanya riwayat penyakit kardiovaskuler dalam keluarga. Faktor predisposisi genetik ini dapat berupa sensitivitas terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, peningkatan reaktivitas vaskular (terhadap vasokonstriktor), dan resistensi insulin. Paling sedikit ada 3 faktor lingkungan yang dapat menyebabkan hipertensi yakni : makan garam berlebihan, stress psikis, dan obesitas.
2. Hipertensi Sekunder
Prevalensi hipertensi sekunder ini hanya sekitar 5-8% dari seluruh penderita hipertensi. Hipertensi sekunder dapat disebabkan oleh penyakit ginjal(hipertensi renal), penyakit endokrin (hipertensi endokrin), obat dan lain-lain.
Hipertensi renal, dapat berupa hipertensi renovaskular yakni hipertensi akibat lesi pada arteri ginjal sehingga menyebabkan hipoperfusi ginjal atau hipertensi akibat lesi pada parenkim ginjal yang menimbulkan gangguan fungsi ginjal.
Hipertensi endokrin, terjadi misalnya akibat kelainan korteks adrenal(aldosteronisme primer,sindrom cushing), tumor di medula adrenal ,akromegali, hipotiroidisme, hipertiroidisme, dll.
Penyakit lain yang dapat menimbulkan hipertensi adalah koarktasio aorta, kelainan neurologik(tumor otak,ensefalitis), stress akut (luka baker, bedah, dsb) dll.
Beberapa obat, misalnya kontrasepsi hormonal (paling sering), hormone adrenokortikotropik, kortikosteroid, simpatomimetik amin(efedrin, fenilpropanolamin, amfetamin), kokain, dll.
Risiko- risiko Hipertensi adalah besar sekali, yakni kerusakan-kerusakan pada jantung (yang harus bekerja lebih keras) dan pembuluh-pembuluh yang lebih mengeras guna menahan TD yang dipertinggi. Risiko terpenting adalah infark otak (beroerte, apoplexia, dengan kelumpuhan separo badan) karena pecahnya suatu pembuluh otak dan mungkin juga infark jantung. Begitu pula kerusakan-kerusakan pada ginjal dan selaput jala-mata (retina) akibat penciutan pembuluh-pembuluh mata. Komplikasi-komplikasi ini bersifat fatal, di negara- negara Barat lebih dari 30% dari seluruh kematian disebabkan oleh hipertensi.
Kini sudah semakin jelas bahwa juga hipertensi yang hanya ringan, seperti halnya dengan hipertensi “borderline” dengan TD antara 149/90 dan 160/95 mm Hg, sudah cukup serius untuk diambil tindakan guna menormalisirnya.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan hipertertensi yang kebanyakan hanya bersifat sementara adalah antara lain :
1. Garam
Ion-ion natrium mempertinggi daya tahan pembuuh-pembuluh perifer dengan jaan memperbesar volume darah (retensi air) dan vasokontriksi melalui potensial efek noradrenalin.
2. Drop
Sejenis gula-gula yang dibuat dari succus liquiritae mengandung asam glizirinat, yang dapat mempertinggi TD pada orang-orang yang berbakat.
3. Pil Anti hamil
Pil ini mengandung hormone kelainan estrogen yang dapat menahan garan dan air, terutma pada wanita-wanita yang peka.
Gejala-gejala hipertensi yang khas tidak ada, adakalanya pasien menderita nyeri kepala pagi hari sebelumnya bangun dari pembaringan, nyeri ini akan hilang setelah bangun. Gangguan hanya dapat dikenali dengan pengukuran tensi dan adakalanya melalui pemeriksaan.
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat TD tinggi. Ini berarti TD harus diturunkan serendah mungkin yang tidak mengganggu fungsi ginjal, otak, jantung, maupun kualitas hidup, sambil dilakukan pengendalian faktor-faktor risiko kardiovaskular lainnya. Telah terbukti bahwa makin rendah TD diastolic dan sistolik, makin baik prognosisnya. Pada umumnya, sasaran TD pada penderita muda adalah < 140/90 mmHg (sampai 130/85 mmHg), sedangkan pada pederita usia lanjut sampai umur 80 tahun < 160/90 mmHg (sampai 145 mmHg sistolik bila dapat ditoleransi).

OBAT ANTIHIPERTENSI
1. Diuretik
Khasiat antihipertensi diuretik adalah berawal dari efeknya meningkatkan ekskresi natrium, klorida, dan air, sehingga mengurangi volume plasma dan cairan ekstrasel. TD turun akibat berkurangnya curah jantung, sedangkan resistensi perifer tidak berubah pada awal terapi. Pada pemberian kronik, volume plasma kembali tetapi masih kira-kira 5% dibawah nilai sebelum pengobatan. Curah jantung kembali mendekati normal.TD tetap turun karena sekarang resistensi perifer menurun. Vasodilatasi perifer yang terjadi kemudian tampaknya bukan efek langsung tiazid tetapi karena adanya penyesuaian pembuluh darah perifer terhadap pengurangan volume plasma yang terus-menerus. Kemungkinan lain adalah berkurangnya volume cairan interstisial berakibat berkurangnya kekakuan dinding pembuluh darah dan bertambahnya daya lentur (compliance) vaskular.
a. Diuretik tiazid
Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada pars asendens ansa henle tebal, yang menyebabkan diuresis ringan. Suplemen kalium mungkin diperlukan karena efeknya yang boros kalium.
b. Loop diuretic
Lebih poten disbanding tiazid dan harus digunakan dengan hati-hati untuk menghindari dehidrasi. Obat-obat ini dapat mengakibatkan hipokalemia, sehingga kadar kalium harus dipantau ketat.
c. Diuretic Hemat Kalium
Meningkatkan ekskresi natrium dan air sambil menahan kalium. Obat-obat ini dipasarkan dalam gabungan dengan diuretic boros kalium untuk memperkecil ketidakseimbangan kalium.
d. Diuretik Osmotik
Menarik air ke urin, tanpa mengganggu sekresi atau absorpsi ion dalam ginjal.
2. Antiadrenergik
Agonis adrenergik meningkatkan tekanan darah dengan merangsang jantung (reseptor ß1) dan/atau membuat konstriksi pembuluh darah perifer (reseptor α1). Pada pasien hipertensi, efek adrenergik dapat ditekan dengan menghambat pelepasan agonis adrenergik atau melakukan antagonisasi reseptor adrenergik.
a. Penghambat pelepasan adrenergik prasinaptik
Dibagi menjadi antiadrenergik “sentral” dan “perifer”. Antiadrenergik sentral mencegah aliran keluar simpatis (adrenergic) dari otak dengan mengaktifkan reseptor α2 penghambat. Antiadrenergik perifer mencegah pelepasan norepinefrin dari terminal saraf perifer (misal yang berakhir di jantung). Obat-obat ini mengosongkan simpanan norepinefrin dalam terminal-terminal saraf.

b. Blocker alfa dan beta
Bersaing dengan agonis endogen memperebutkan reseptor adrenergik. Penempatan reseptor α1 oleh antagonis menghambat vasokontriksi dan penempatan reseptor ß1 mencegah perangsangan adrenergik pada jantung.

3. Vasodilator
Contoh vasodilator antara lain :
a. Penghambat angiotensin converting enzyme (ACE)
Menekan sintesis angiotensin II, suatu vasokonstriktor poten. Selain itu, penghambat ACE dapat menginduksi pembentukan vasodilator dalam tubuh.
b. Blocker pintu masuk kalium
Mencegah influks kalsium ke dalam sel-sel otot dinding pembuluh darah. Otot polos membutuhkan influks kalsium ekstrasel untuk kontraksinya. Blockade influks kalsium mencegah kontraksi, yang menyebabkan vasodilatasi.
c. Vasodilator langsung
Merelaksasi sel-sel otot polos yang mengelilingi pembuluh darah dengan mekanisme yang belum jelas, tetapi mungkin melibatkan pembentukan nitrik oksida oleh endote vascular.

Berikut ini adalah obat-obat Antihipertensi :
1. Obat Diuretik Tiazid
Nama obat : Hidroklorotiazid
Mekanisme Kerja : menghambat reabsorpsi natrium dan klorida dalam pars asendens ansa henle tebal dan awal tubulus distal. Hilangnya K+, Na+, dan Cl- menyebabkan peningkatan pengeluaran urin 3x. Hilangnya natrium menyebabkan turunnya GFR.
Indikasi : Obat awal yang ideal untuk hipertensi, edema kronik, hiperkalsuria idiopatik. Digunakan untuk menurunkan pengeluaran urin pada diabetes inspidus (GFR rendah menyebabkan peningkatan reabsorpsi dalam nefron proksimal, hanya berefek pada diet rendah garam)
Efek tak diinginkan : Hipokalemia, hiponatremia, hiperglikemia, hiperurisemia, hiperkalsemia, oliguria, anuria, kelemahan, penurunan aliran plasenta, alergi sulfonamide, gangguan saluran cerna.


2. Obat Loop Diuretic
a. Furosemid (Lasix)
Mekanisme Kerja : menghambat reabsorpsi klorida dalam pars asendens ansa henle tebal. K+ banyak hilang ke dalam urin.
Indikasi : Diuretik yang dipilih untuk pasien dengan GFR rendah dan kedaruratan hipertensi. Juga edema, edema paru dan untuk mengeluarkan banyak cairan. Kadangkala digunakan untuk menurunkan kadar kalium serum.
Efek tak diinginkan : Hiponatremia, hipokalemia, dehidrasi, hipotensi,hiperglikemia, hiperurisemia, hipokalsemia, ototoksisitas, alergi sulfonamide, hipomagnesemia, alkalosis hipokloremik, hipovolemia.

b. Asam Etakrinat (Ethacrynate)
Indikasi : per oral untuk edema, IV untuk edema paru.
Efek tak diinginkan : Paling ototoksik, lebih banyak gangguan saluran cerna, kecil kemungkinan menyebabkan alkalosis. Lain-lain seperti Furosemid.

c. Butmetanid (Bumex)
Indikasi : per oral untuk edema, IV untuk edema paru
Efek tak diinginkan : serupa dengan furosemid. Ototoksisitas belum pernah dilaporkan. Dosis besar dapat menyebabkan mialgia berat.

3. Obat Diuretik Hemat Kalium
a. Amilorid (midamor)
Mekanisme Kerja : secara langsung meningkatkan ekskresi Na+ menurunkan sekresi K+ dalam tubulus kontortus distal.
Indikasi : Digunakan bersama diuretik lain karena efek hemat K+ mengurangi efek hipokalemik. Dapat mengoreksi alkalosis metabolik.
Efek tak diinginkan : Hiperkalemia, kekurangan natrium atau air. Pasien dengan diabetes militus dapat mengalami intoleransi glukosa.

b. Spironolakton (aldactone)
Mekanisme Kerja : antagonis aldosteron (aldosteron menyebabkan retensi Na+). Juga memiliki jerja serupa dengan amilorid.
Indikasi : digunakan dengan tiazid untuk edema (pada gagal jantung kongestif), sirosis, dan sindrom nefrotik. Juga untuk mengobati atau mendiagnosis hiperaldo-steronisme.
Efek tak diinginkan : seperti amilorid. Juga menyebabkan ketidakseimbangan endokrin (jerawat, kulit berminyak, hirsutisme, ginekomastia).

c. Triamterin (Dyrenium)
Mekanisme Kerja : secara langsung menghambat reabsorpsi Na+ serta sekresi K+ dan H+ dalam tubulus koligentes.
Indikasi : tidak digunakan untuk hiperaldosteronisme. Lain-lain seperti Spironolakton.
Efek tak diinginkan : dapat menyebabkan urin menjadi biru dan menurunkan aliran darah ginjal. Lain-lain seperti amilorid.

4. Obat Diuretik Osmotik
a. Manitol (mis. Resectisol)
Mekanisme kerja : secara osmotic menghambat reabsorpsi natrium dan air. Awalnya menaikkan volume plasma dan tekanan darah.
Indikasi : gagal ginjal akut, glaucoma, sudut tertutup akut, edema otak, untuk menghilangkan kelebihan dosis beberapa obat.
Efek tak diinginkan : sakit kepala, mual, muntah, menggigil, pusing, polidipsia, letargi, kebingungan, dan nyeri dada.

5. Obat Anti adregernik sentral
a. Klonidin (catapres)
Mekanisme kerja : bekerja di otak sebagai agonis adrenergic α2 yang menyebabkan penurunan aktifitas system saraf simpatis (penurunan frekuensi jantung, curah jantung dan tekanan darah). Mekanisme pastinya belum diketahui.
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang
Efek tak diinginkan : ruam, mengantuk, mulut kering, konstipasi, sakit kepala, gangguan ejakulasi. Hipertensi balik bila dihentikan mendadak. Untuk membatasi toksisitas, mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan perlahan.

b. Metildopa (aldomet)
Mekanisme kerja : seperti klonidin juga disintesis menjadi metilnorepinefrin yang bekerja sebagai “neurotransmitter palsu” simpatomimetik lemah yang menurunkan aliran keluar simpatis dari SSP.
Indikasi : seperti klonidin. Untuk mengobati hipertensi pada wanita hamil.
Efek tak diinginkan : mulut kering, sedasi, hipotensi ortostatik ringan. Beberapa pasien mengalami impotensi, gangguan psikis, mimpi buruk, gerakan involunter, atau hepatotoksisitas.

c. Guanabenz (Wytensin)
Mekanisme kerja : seperti klonidin. Juga mengosongkan simpanan norepinefrin pada terminal saraf adrenergik perifer.
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
Efek tak diinginkan : mulut kering, sedasi. Hipertensi balik lebih jarang.

6. Obat Antiadrenergik Perifer
a. Reserpin (mis. Serpasil)
Mekanisme kerja : sebagian mengosongkan simpanan katekolamin pada system saraf perifer dan mungkin pada SSP. Menurunkan resistensi perifel total, frekuensi jantung, dan curah jantung.
Indikasi : jarang digunakan untuk hipertensi ringan sampai sedang. Tidak dianjurkan pada kelainan psikiatri.
Efek tak diinginkan : “dominan parasimpatik” (brakikardi, diare, bronkokonstriksi, peningkatan sekresi), penurunan kontraktilitas dan curah jantung, hipotensi postural (mengosongkan norepinefrin sehingga menghambat vasokonstriksi), ulkus peptikum, sedasi, dan depresi bunuh diri, gangguan ejakulasi, ginekomastia. Risiko hipertensi balik rendah karena durasi kerja lama.

b. Guanetidin (mis. Esimel)
Mekanisme kerja : ditempatkan ke dalam ujung saraf adrenergic. Awalnya melepaskan norepinefrin (meningkatkan tekanan darah dan frekuensi jantung). Lalu mengosongkan norepinefrin dari terminal dan mengganggu pelepasannya. Kemudian tidak terjadi refleks takikardi karena kosongnya norepinefrin.
Indikasi : hipertensi berat jika obat lain gagal. Jarang digunakan.
Efek tak diinginkan : peningkatan awal frekuensi jantung dan tekanan darah (disebabkan pelepasan norepinefrin). Hipotensi ortostatik dan saat istirahat. Brakikardi, menurunnya curah jantung, dispnea pada pasien PPOM, kongesti hidung berat.

c. Guanedrel (hylorel)
Mekanisme kerja : seperti guanetidin, tapi bekerja lebih cepat, melepaskan norepinefrin pada awalnya (peningkatan sementara tekanan darah), dan mempunyai aktivitas sedikit.
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
Efek tak diinginkan ; seperti guanetidin tapi kurang berat.

d. Pargilin (Eutonyl)
Mekanisme kerja : menghambat monoamine oksidase dalam saraf adrenergik. Menghambat pelepasan norepinefrin.
Indikasi : karena efek berbahaya, obat ini merupakan obat antihipertensi pilihan terakhir.
Efek tak diinginkan : efek yang mengancam jiwa (stroke, krisis hipertensi, infark miokardial, aritmia) dapat terjadi bila diminum bersama makanan (produk fermentasi, keju) dan obat-obat (pil diet, obat-obat flu) yang mengandung simpatomimetik.

6. Obat Antagonis Adrenergik α
a. Prazosin (minipress)
Mekanisme kerja : antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi arteri maupun vena.
Indikasi : hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.
Efek tak diinginkan : hipotensi postural, kekurangan natrium, edema, mulut kering, kongesti, sakit kepala, disfungsi seksual dan letargi.

b. Terazosin (hytrin)

c. Doxazosin (cardura)

d. Labetalol (mis. Trandate)
Mekanisme kerja : memblok α1, ß1, dan ß2. mencapai tekanan darah yang lebih rendah (α1) tanpa refleks takikardi (blockade ß1).
Indikasi : hipertensi
Efek tak diinginkan : lebih jauh menekan gagal jantung, kelelahan, impotensi, diare, mati rasa, hipotensi, ortostatik.





7. Obat Antagonis adrenergik ß
a. Atenolol (tenormin)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik ß1. Menurunkan frekuensi jantung dan curah jantung dan penurunan pelepasan rennin. Efek bronkokonstriksi kurang dibandng zat-zat yang berikatan dengan reseptor ß2.
Indikasi : terapi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang.
Efek tak diinginkan : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

b. Betaksolol (kerlone)

c.Karteolol (Cartrol)

d.Penbutolol (Levatol)

e.Metaprolol (Lopressor)

f. Asebutolol (sectral)
Mekanisme kerja : mempunyai beberapa aktivitas simpatomimetik juga aktivitas pemblokan ß1

g. Esmolol (Brevibloc)
Mekanisme kerja :serupa dengan atenolol (tidak ada aktivitas simpatomimetik)
Indikasi : Kardiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.

h. Propanolol (mis. Inderal)
Mekanisme kerja : memblok reseptor adrenergik ß1 dan ß2. Menurunkan frekuensi jantung dan curah jantung dan penurunan pelepasan rennin. Bronkokonstriksi melalui antagonisme reseptor ß2.
Efek tak diinginkan : hipertensi sementara akibat antagonisme reseptor ß2 (yang mendilatasi arteri besar) dan respons refleks terhadap penurunan curah jantung, bronkospasme, lain-lain seperti atenolol.

i. Nadolol (Corgard)

j. Timolol (Blokadren)

k. Pindolol (Visken)
Mekanisme kerja : Mempunyai beberapa aktivitas simpatomimetik instrinsik juga aktivitas pemblokan ß1 dan ß2.
Efek tak diinginkan : aktivitas simpatomimetik intrinsik menurunkan kemungkinan hipertensi balik (dengan mendilatasi arteri besar melalui ß2) atau bronkopasme.





8. Obat Penghambat ACE

a. Kaptopril (Capoten)
Mekanisme kerja : menghambat ACE pada paru-paru, yang mengurangi sintesis vasokonstriktor, angiotensin II. Menekan aldosteron, mengakibatkan natriuesis. Dapat merangsang produksi vasodilator (bradikinin, prostaglandin).
Indikasi : hipertensi, terutama berguna untuk hipertensi dengan rennin tinggi. Obat yang disukai untuk pasien hipertensi dengan nefropatidiabetik karena kadar glukosa tidak dipengaruhi.
Efek tak diinginkan : semua penghambat ACE : dosis pertama hipotensi, pusing, proteinuria, ruam, takikardi, sakit kepala. Kaptopril jarang menyebabkan agrunolositosis atau neutropenia.

b. Lisinopril (mis. Prinivil)

c. Ramipril (altase)

d. Benazepril (Lotensin)

e. Fosinopril

f. Enalapril (Vasotec)
Mekanisme kerja : dikonversi menjadi asam enaloprilat yang bekerja seperti kaptopril.
Indikasi : hipertensi ringan sampai berat dan hipertensi renovaskular, gagal jantung (dengan diuretik dan digitalis).

9. Obat Vasodilator langsung

a. Hidralazin (apresoline)
Mekanisme kerja : secara langsung merelaksasi arteriol (tidak vena) lepas dari interaksi simpatik. Menyebabkan penurunan tekanan darah yang menyebabkan refleks takikardi dan peningkatan curah jantung. Secara langsung meningkatkan aliran darah ginjal.
Indikasi : hipertensi sedang. Dapat digunakan pada wanita hamil yang hipertensi.
Efek ttak diinginkan : refleks takikardi, palpitasi, retensi cairan. Sindrom seperti lupus eritomatosis sistemik.

b. Minoksidil (Loniten)
Indikasi : hipertensi yang belum terkontrol oleh obat-obat lain. Obat topical untuk kebotakan pola laki-laki.
Efek tak diinginkan : seperti hidralazin. Juga lesi otot jantung, kerusakan paru, hirsutisme.



c. Pinosidil (Pindac)
Efek tak diinginkan : Efek samping lebih sedikit dibanding minoksidil. Dapat menyebabkan pusing, sakit kepala, atau edema.

d. Diazoksid (Hyperstat)
Mekanisme kerja : menurunkan resistensi vascular perifer, mungkin dengan mengantagonis kalsium. Juga meningkatkan kadar glukosa serum dengan menekan pelepasan insulin dan meningkatkan pelepasan glukosa hati.
Indikasi : kontrol jangka pendek hipertensi berat di rumah sakit. Hipoglikemia akibat hiperinsulinisme yang refrakter terhadap bentuk pengobatan lain.
Efek tak diinginkan : retensi air dan natrium dan efek kardiovaskular yang disebabkannya. Hiperglikemia, gangguan saluran cerna, hirsurisme, efek samping skstrapiramidal.

e. Niroprusid (Nipride)
Mekanisme kerja :dikonversi menjadi nitrik oksida, yang menginduksi Cgmp. Cgmp merangsang kaskade fosforilasi/defosforilasi. Akhirnya melakukan defosforilasi myosin, yang menyebabkan relaksasi otot polos.
Indikasi : infuse intravena kontinu digunakan pada krisis hipertensi.
Efek tak diinginkan : hipotensi berat, toksisitas sianida, hepatotoksisitas.